Dari Manchester United, Saya Belajar

Joshua Manurung
2 min readMay 27, 2021

--

Pada 19 Desember 2018, United menunjuk Ole Gunnar Solskjaer menjadi pelatih interim untuk menggantikan Jose Mourinho. Di tahun pertamanya, Ia membawa United ke babak perempat final Champions League dan FA Cup. Musim berikutnya, Ia membawa United meraih treble semifinal (Europa League, FA Cup, dan Carabao Cup). Baru pada musim ini, Ia berhasil membawa United menuju sebuah final kompetisi; Europa League.

Menghadapi Villarreal di partai final, sebagai fans United saya menaruh harapan tinggi untuk Ole meraih trofi pertamanya. Kesampingkan sejenak fakta bahwa Unai Emery, sang pelatih lawan, merupakan “raja” Europa League. 3 kali Ia menjadi juara Europa League bersama Sevilla, serta 1 kali Ia menjadi runner-up saat menangani Arsenal. Musim ini, Villarreal hanya finis di peringkat 7 La Liga, dengan total 10 kekalahan dari 38 laga.

Sejak kickoff babak pertama, United lebih mendominasi jalannya pertandingan. Namun, justru Villarreal yang mencetak gol lebih dulu lewat sepakan Gerard Moreno di babak pertama. Di babak kedua, Edinson Cavani berhasil mencetak gol penyeimbang kedudukan hasil bola liar tendangan Marcus Rashford. Hingga akhir babak kedua perpanjangan waktu, kedua tim tidak berhasil mencetak gol tambahan. Pertandingan pun berlanjut ke babak adu penalti.

10 pemain Villarreal dan United secara bergantian berhasil menyarangkan gol lewat titik putih, menyisakan penendang terakhir yaitu kiper masing-masing tim. Geronimo Rulli sebagai algojo sukses menjebol gawang David De Gea. Sebaliknya, tendangan De Gea berhasil dibaca oleh Rulli. Villarreal pun keluar sebagai juara.

Sebagai fans United yang sudah lama menantikan gelar juara, tentu saya kecewa dengan hasil ini. Namun, dengan permainan United yang monoton, minim kreatifitas, dan pertahanan yang rapat dari tim lawan, tidak heran jika United harus pulang tanpa trofi.

Lalu, apa yang perlu dibenahi? Dari kacamata saya sebagai fans, tentu yang paling utama adalah belanja pemain sesuai kebutuhan. Bandingkan dengan rival sekota yang memiliki barisan pemain yang solid dan fleksibel dengan rotasi. Ole terlihat pede dengan 11 pemain pertama yang Ia turunkan. Pada partai final, pergantian pertama United baru terjadi di menit 100.

Dari Manchester United, saya belajar bahwa 1000 kebaikan akan terlupakan oleh 1 kesalahan. Tidak terhitung berapa kali De Gea menyelamatkan barisan pertahanan bobrok United beberapa musim terakhir, Ia akan terlupakan oleh kesalahannya mengeksekusi penalti.

Dari Manchester United, saya belajar sabar. Sabar menantikan tim kesayangan meraih trofi. Sudah 4 musim Setan Merah puasa gelar.

“Win, lose or draw. No matter the result, we’re always United.”

Glory Glory Man United, as the reds go marching on on on!

--

--